Sejarah Sekolah Menengah Atas (SMA)

Sekolah Menengah Atas (disingkat SMA; bahasa Inggris: Senior High School atau High School), adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat). Sekolah menengah atas ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 10 sampai kelas 12.

Pada saat pendaftaran masuk SMA yang menggunakan sistem online, siswa dapat memilih sekolah yang diinginkan dan memilih jurusan yang diminati. Pada akhir tahun ketiga (yakni kelas 12), siswa diwajibkan mengikuti Ujian Nasional (dahulu Ebtanas) yang memengaruhi kelulusan siswa. Lulusan SMA dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi atau langsung bekerja.

Pelajar SMA umumnya berusia 16-18 tahun. SMA tidak termasuk program wajib belajar pemerintah - yakni SD (atau sederajat) 6 tahun dan SMP (atau sederajat) 3 tahun - maskipun sejak tahun 2005 telah mulai diberlakukan program wajib belajar 12 tahun yang mengikut sertakan SMA di beberapa daerah, contohnya di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.


SMA diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan SMA negeri di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota. Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, SMA negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota.

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, bagi orang Belanda, Eropa atau elite pribumi yang telah menyelesaikan pendidikan dasarnya di ELS atau HIS, hanya dapat meneruskan pendidikan menengah umumnya di Hoogere Burgerschool (dalam ejaan baru kemudian menjadi Hogereburgerschool) yang disingkat HBS dengan masa studi lima tahun. Setelah lulus HBS, mereka dapat melanjutkan pendidikannya ke universitas di Belanda. Dengan kata lain HBS pada masa itu serupa dengan penggabungan SMP dan SMA sekarang dalam satu paket. Sekolah menengah tersebut hanya diperuntukkan bagi orang Belanda, Eropa atau elite pribumi. Hingga tahun 1916 hanya terdapat empat HBS milik pemerintah yaitu di Jakarta (1867), Surabaya (1875), Semarang (1 November 1877), dan Bandung (1916).
Sebagai konsekuensi dicanangkannya Politik Etis di mana salah satunya menyangkut bidang pendidikan, maka bagi orang pribumi dibukakan kesempatan mengikuti pendidikan lanjutan, di mana sebelumnya kesempatan tersebut hanya bisa diperoleh kaum elite pribumi, dengan dibukanya Meer Uitgebreid Lager Onderwijs - MULO yaitu pendidikan dasar yang diperluas dan sekolah menengah umum di atasnya yaitu Algemeene Middelbare School (AMS). Pada tahun 1919, AMS pertama dibuka pemerintah Hindia Belanda berlokasi di Yogyakarta.[2]:24 Hingga saat itu terdapat dua jenis sekolah menengah umum yaitu HBS dan AMS (bagi lulusan MULO), selain sekolah menengah setingkat HBS seperti Gymnasium dan Lyceum.
Sistem tersebut bertahan hingga tahun 1942 ketika masa pendudukan Jepang dimulai, di mana kemudian jenjang sekolah menengah atas disebut dengan Sekolah Menengah Tinggi (SMT).
Pada tahun 1945 sebagai pada masa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dari SMT berubah menjadi Sekolah Menengah Oemoem Atas (SMOA) pada tanggal 13 Maret 1946 di Jakarta yang bertransfomrasi dari SMT yang menjadi SMOA menempati Gedungan PSKD di Jalan Diponegoro di Salemba.
Pada tahun 1950 sebagai pada masa Republik Indonesia Serikat dari SMOA kemudian berubah nama menjadi Sekolah Menengah Atas (SMA) yang dikategorikan menjadi tiga bagian yakni:
  1. SMA A (Bahasa)
  2. SMA B (Ilmu Pasti dan Ilmu Alam)
  3. SMA C (Ilmu Sosial)

Pada tahun 1960-an sistem tersebut diubah, semua SMA membuka beberapa jurusan sekaligus baik bagian A (Bahasa), B (Ilmu Pasti dan Ilmu Alam), maupun C (Ilmu Sosial).
Pada tahun 1980-an sistem penjurusan di SMA diubah lagi, menjadi A1 (Fisika), A2 (Biologi), A3 (Sosial).
Pada tahun ajaran 1994/1995 hingga 2003/2004 dari SMA berubah menjadi Sekolah Menengah Umum (SMU).

Pada tahun ajaran 2004/2005 dari SMU kembali berubah menjadi Sekolah Menengah Atas (SMA).

REF: WIKIPEDIA

Post a Comment for "Sejarah Sekolah Menengah Atas (SMA)"