-->

Cerpen : Penantianku

-->
Dibawah pohon yang rindang, semilir angin menyapa setiap orang yang berada di halaman skolah SMA N Tunas Bangsa. Seorang gadis duduk termenung dengan memeluk sebuah buku diary. Tatapannya kosong, tiba-tiba.
Sinta   : “Cha, melamun saja sich?”
Ocha   : “Eh kamu Sin, bikin kaget saja”.
Sinta   : “Kamu sih Cha, melamun terus kerjaanya, mikirin apa?
Ocha   : “Ryan Sin, gimana kabarnya ya? Dah lama nggak pernah ketemu sejak kelas 2 SD”.
Sinta   : “Menurutku dia baik-baik saja. Kamu nggak bisa melupakan dia?”
Ocha   : “Begitulah Sin, kemudian aku melangkahkan kaki, dia selalu hadir dalam bayanganku”.
Sinta   : “Meskipun kamu sadar Cha, Ryan sama sekali nggak pernah tahu                                       perasaan kamu ke dia itu kayak gimana?”
Ocha   : “Iya Sin, aku sadar akan hal itu”.

Teeeet . . .
Sinta   : “Dah masuk Cha, lanjutin nanti aja yuk”.
Ocha   : “Ok Sin”.

Esok harinya,Ocha berjalan menuju kelasnya. Seperti nya ada yang berbeda hari ini, kenapa sepagi ini, wajah teman-teman nampak semangat sekali nggak seperti biasanya? Guman Ocha
Sinta   : “Hay Cha?”
Ocha   : “Hay Sin. Sepertinya ada yang berbeda sama temen-temen kenapa?”
Sinta   : “Denger-denger kelas kita akan kedatangan murid baru Cha, makanya semua pada semangat kayak gini deh”.
Ocha   : “Begitu ya? Ya sudah, aku masuk kelas dulu yah”.
Sinta   : Iya Cha


Pelajaran pertama segera dimulai. Murid XII A3 sangat penasaran dengan sesosok yang berjalan menuju kelas mereka. Dari langkah kakinya mereka tau, sosok itu kian mendekat
Ibu Guru   : “Anak-anak kalian akan mendapat seorang teman bar. Ibu harap setelah ini kalian semua bisa menganggapnya sebagian dari kelas kalian”.
Anak-anak : “Iya bu . . .”

Terdengar ketukan pintu dari luar. Mulai muncul kasak-kusuk dari mulut anak-anak. Semuanya membicarakan seperti apakah teman baru mereka itu. Berbeda dengan Ocha ia terlihat biasa-biasa saja. Bu Ratri segera membukakan pintu, sesosok yang
Ocha        : “Ryan” ucah Ocha lirih, hamper tidak terdengar suaranya
Ryan       : “Teman-teman nama saya Ryan Nugraha, pindahan dari MKA / YMCA Surabaya. Semoga kita bisa berteman dengan baik”.
Ibu Guru   : “Baik nak Ryan, silahkan duduk di bangku kosong paling belakang”.

Ocha bingung, bukankah bangku kosong paling belakang hanya ada satu, dan itu artinya Ryan akan duduk disebelahnya? Ryan berjalan menuju meja Ocha, dia tersenyum manis, namun kali ini, senyum itu hanyalah untuk Ocha.,
Ryan        : “Hay Cha” (sapa Ryan)
Ocha        : “Hay juga yan”
Ryan        : Dah lama ya enggak bertemu? Bagaimana kabar kamu?
Ocha        : “Iya, seperti yang kamu lihat yan aku baik-baik saja. Kamu sendiri gimana?”
Ryan        : “Aku juga baik cha” (jawab Ryan dengan pandangan yang sulit untuk di mengerti)

Anak-anak XII A3 segera mengeluarkan buku pelajaran masing-masing karena bu Ratri segera memulai pelajaran Bahasa Indonesia. Sejak saat itu Ocha menjadi dekat dengan Ryan mereka sering ke kantin ataupun pergi ke perpustakaan bersama.
Sinta        : “Cha dari pada kita di kelas enggak ngapa-ngapain mending kita ke perpustakaan ajah yuk”
Ocha        : “Gimana ya”
Sinta        : “ Ayo dong, please”
Ocha        : “Iya deh, yuk”
Ryan        : “Ehmm, kayaknya ada yang lupa nih”

Ocha dan Sinta tersenyum getir.
Ocha        : “kamu mau ikut juga yan?”
Ryan        : “Ya, kalau kalian nggak keberatan”
Sinta        : “Tentu nggak dong yan”

Mereka bertiga berjalan menuju perpustakaan, setelah sampai, mereka mencari buku yang akan mereka baca masing-masing. Ocha duduk di sebuah bangku dengan buku yang dibacanya. Sinta dan Ryan menghampiri Ocha. Dengan sebuah rencana dikepala Sinta, ia pamit untuk kekantin lebih dulu kini di perpustakaan tinggal mereka berdua dan seseorang penjaga perpustakaan.

Ocha        : (berguman) “Ryan, andai saja kamu tahu, aku mencintaimu sejak dulu, bahkan sampai sekarang. Apa kamu nggak sadar sama sekali kalau aku jatuh hati padamu. Aku selalu ingin didekatmu, bahkan aku tidak rela sedetikpun pisah denganmu Ryan. Aku selalu menunggu kehadiranmu kembali, kini saatnya aku jujur padamu tentang apa yang kurasakan selama ini. Tapi aku takut yan, bagaimana setelah aku kasih tahu semua ini, apakah kamu akan menjahuiku”

Seribu pertanyaan berkecamuk di hati Ocha. Namun Ocha menutupi kegundahan hatinya.

Sepulang sekolah Ocha langsung menuju kamarnya dan segera meraih hp dari dalam tasnya. Sebuah pesan dari Sinta muncul di layar hp nya.
Sinta        : “Cha gawat! Kayaknya kamu punya saingan buat mendapatkan hati Ryan. Vina anak Sastra A1 juga naksir Ryan. Sekarang dia sedang PDKT dengan Ryan. Denger-denger Ryan juga suka sama Vina”.

Ocha meraih tasnya yang baru saja diletakkan diatas meja. Ia bermaksud untuk mendengarkan informasi langsung dari Sinta. Ia tahu, Sinta masih sibuk menyelesaikan tugas laporan praktikum dikelas. Bagaimanapun juga, ia tidak mau kehilangan Ryan untuk kedua kalinya. Jika kemarin ia harus berpisah dengannya karena Ryan harus pindah ke Bandung, maka sekarang Ocha tidak mau hal itu terulang lagi.
Dengan diantar sopir pribadinya, Ocha tiba di sekolah. Tanpa membuang waktu, ia segera turun dari mobil dan berlari menuju kelasnya. Karena sangat tergesa-gesa, kakinya terantuk batu, dengan meringis kesakitan, ia berniat mengobati lukanya di UKS, namun, baru tiba di pintu masuk UKS, ia tercengang dengan apa yang dilihatnya. Sesosok orang yang sangat dikenalnya, bahkan yang selama ini telah mengisi kekosongan dalam hatinya, kini sedang bergandengan tangan dengan seorang gadis, yang tidak lain adalah Vina, anak Sastra A1.
Perasaan Ocha sangat hancur, hatinya sakit dan dadanya terasa sesak, ia berlari tanpa peduli dengan luka di kakinya, karena luka di hatinya tidak sebanding dengan hatinya saat ini. Air matanya terus berjatuhan disepanjang koridor kelas.
Ia berhenti di taman sekolah dan bersandar pada sebuah pohon. Ia menumpahkan semua kesedihannya bersama benda-benda yang ada di sekitar taman.
Ocha        : (berguman) Sin ternyata benar, aku telah melihat semuanya secara langsung. Ryan aku tidak sanggup melihatmu menjadi milik orang lain. Kamu tahu yan, apa yang aku rasakan saat  ini? Kini aku tak sanggup untuk bertemu denganmu”.

Ocha tertunduk lemas, air matanya terus mengalir dipipinya, lidahnya kelu tak mampu bicara sedikitpun. Langit mendung, petir menggelegar dalam sekejap, hujan turun dengan lebatnya, namun Ocha masih terpaku dalam duduknya. Sesak nafasnya kambuh, tiba-tiba ia tak sadarkan diri.

Di depan ruang UGD, Ryan dan Sinta sangat khawatir akan keadaan Ocha. Dokter keluar dari ruang UGD Ryan dan Ocha segera mnenanyakan keadaan kawannya
Sinta        : “Dok bagaimana keadaan teman saya? Dia baik-baik sajakan dok?”
Dokter     : “Tenang dik, dia baik-baik saja, dia hanya kebanyakan pikiran dan kurang istirahat. Dia sudah bisa dijenguk saat ini”
Sinta        : “Baik dok, terima kasih”.

Mata Ocha sedikit demi sedikit mulai terbuka dilihatnya Ryan dan Sinta. Ocha memandang Ryan dengan sangat tajam dan menitikan air mata. Sinta paham akan hal itu. Sinta segera meninggalkan Ocha dan Ryan didalam.
Ryan        : “Cha, apakah kamu mau mendengar penjelasan ku dulu? Kenapa kamu lari begitu saja?”
Sinta        : “ Cukup yan, aku nggak mau tahu apa yang kamu lakukan bersama gadis itu. Itu bukan urusanku lebih baik sekarang kamu pulang saja!”
Ryan        : “Nggak Cha, aku harus menjelaskan kekamu tentang salah paham ini. Di uks tadi, aku memeluk Vina. Tapi apa kamu juga tahu? Aku hanya membantu memerankan salah satu temannya yang kebetulan sedang sakit. Padahal hari itu adalah hari terakhir kelompok mereka untuk memberikan rekaman latihan drama”.
Ocha        : “Lalu untuk apa kamu menjelaskan semuanya padaku? Aku enggak peduli, apa kamu hanya membantunya memerankan seorang tokoh di UKS, ataupun disini”

Tak terasa, air mata Ocha menetes dipipi, ia segera menepis dengan tanganya. Ryan duduk di samping tempat Ocha berbaring lemas, ia menatap Ocha dalam-dalam. Mata Ocha masih sembab, mungkin karena menangis terlalu lama. Ryan menggengam tangan Ocha.
Ryan        : “Cha, kenapa kamu nggak mengatakan yang sebenarnya, bahwa selama ini kamu mencintaiku. Sinta sudah menceritakan semuanya, makanya aku ingin menjelaskan apa yang kamu lihat kemarin, aku takutnya kamu jadi salah paham, dan akhirnya benarkan?”
Ocha        : “Ryan”
Ryan        : “Dengarkan aku dulu Cha. Selama ini sebenarnya aku juga mencintaimu. Tapi aku mencari waktu yang tepat untuk mengatakannya. Aku rasa ini adalah waktu yang sangat tepat. Maafkan aku telah membuatmu menunggu terlalu lama. Aku tahu, kamu selalu menunggu kata ini keluar dari mulutku”
Ocha        : “Aku saying kamu Ryan. Aku rela menunggu terlalu lama, asal kamu bisa membalas cintaku”
Ryan        : “Tentu saying, kini aku telah mengakhiri penantian panjangmu”

Ryan mencium kening Ocha dan membelai rambutnya dengan penuh kasih. Senyum Ocha mengembang, ia bangkit perlahan dan segera memeluk Ryan. Di ruang UGD itu, Ocha melepaskan penantian cintanya untuk Ryan.
The End

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter